GRESIK (Beritanusantara) - Sebagai salah satu kabupaten yang memiliki pertumbuhan Industri tertinggi di Jawa Timur, disadari atau tidak Gresik telah beranjak dari sebuah kota Santri dengan segala tradisionalitas dan nilai-nilai budaya ketimuran-nya menuju kota metropolitan modern yang glamor dan cenderung menerobos tajam batasan-batasan tradisi yang selama ini diyakini. hal tersebut terlihat nyata setelah diketahui belakangan mulai menjamur ruang-ruang bebas berekspresi berupa warung dan caffe.
keberadaan ruang bebas berekspresi tersebut menjadi wajar manakala sudah tersemat pemahaman bahwa sebagai kota industri, kota dengan segala kemewahan modernitas yang terbawa oleh tingginya arus investasi, ruang bebas berekspresi tentunya akan mampu melepas kepenatan setelah seharian melakukan aktifitas yang cukup tinggi.
namun jangan dilupakan bahwa keberadaan warung dan caffe tersebut muncul disaat Gresik belum memiliki tingkat kemapanan sebagai kota industri,dalam artian Gresik kekinian masih belum bisa beranjak dari tradisi masa lalu, Gresik hingga hari ini masih saja dianggap sebagai kota Santri kotanya para wali dan oleh karenanya maka keberadaan banyaknya warung dan caffe yang "bebas berekspresi" itu bukan malah mengantarkan Gresik menjadi atau menuju "lebih Baik" dan ber-peradaban tapi malah menunjukkan bahwa secara substansial belum bisa dan siap menjadi kota industri.
maka tak heran jika belakangan muncul istilah warung "remang-remang", warung "pangku", hingga karaoke "bikini" yang ber "you can see" atau dalam bahasa lain "caffe atau warung bodong".
anehnya, pemangku kebijakan seolah tidak tahu dan tidak menyadari duduk persoalannya, semua mentok tertahan pada soal birokrasi yang ketat dan kaku yang ujung-ujungnya adalah "proyek konspiratif".
secara geografis ekonomis memang gresik sudah siap menjadi kota industri namun secara sosiologis dan antropologis gresik belum boleh dikatakan siap. jadi mustinya undang-undangnya diperbaharui dahulu dan pemerintah perlu pengkajian secara mendalam supaya dikemudian hari tidak akan pernah menyesal.
ingat kolonialisme dan imperialisme di Indonesia beberapa abad yang lalu bukan diawali dengan mengangkat senjata,namun diawali dengan dunia perniagaan dan perdagangan, untuk itu jika salah memahami dan menanganinya maka tak heran jika beberapa puluh tahun kedepan generasi kita akan hilang. pesan funding father kita Jas Merah atau Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, karena orang yang beruntung adalah orang yang mengerti dan seburuk-buruk manusia adalah yang terjatuh dilobang yang sama.
camkan itu.(ik)